Istilah-istilah
Penting dalam Organisasi NU
Mungkin banyak dari kawan-kawan Aswaja yang belum
mengerti istilah-istilah dalam sebuah Organisasi NU ( Nahdlotul Ulama) Sedikit
Majalah Nahnu akan Sharing tentang Kamus-kamus NU ( Nahdlotul Ulama)
PBNU
( Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ) untuk tingkat
pusat, berkantor di Ibu kota Negara.
PWNU
( Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama ) untuk tingkat
provinsi berkantor di Ibu kota Provinsi.
PCNU
( Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama ) untuk tingkat
Kabupaten / Kota, berkantor di daerah Kabupaten atau Kota Madya (Kodya).
PCINU
( Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama ) untuk
luar negeri, berkantor di Ibu kota Negara dimana di negara itu sudah dibentuk
kepengurusan NU.
MWCNU
( Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama ) untuk tingkat
kecamatan.
PRNU
( Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama ) untuk tingkat
Desa.
PARNU
( Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama ) untuk
tingkat Dukuhan / Lingkungan.
A’wan:
Bagian dari syuriah yang bertugas membantu tugas rais,
yang terdiri atas sejumlah ulama terpandang. A’wan adalah bentuk jamak dari
‘awn yang secara bahasa berarti bantuan.
Hadhratusy Syaikh:
Sebutan kepada seorang ulama sebagai pengakuan atas
keluasan ilmunya, kemuliaan akhlaqnya, dan keistiqamahannya dalam berdakwah.
Istilah Hadhratusy Syaikh di NU merujuk kepada K.H Hasyim Asy’ari, pendiri
NU.
Jam’iyyah:
Perkumpulan yang memiliki ikatan dan aturan baku
(organisasi). Berbeda dari jama’ah yang merupakan perkumpulan yang bersifat
lepas dan cair. Keduanya berakar dari kata jama’a (berkumpul).
Selain Nahdlatul Ulama sebagai jam’iyyah induk, ada
beberapa badan otonom NU yang juga memakai nama jam’iyyah, seperti Jam’iyyah
Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdhiyyah ( JATMAN) yang menaungi para
pengikut thariqat yang mu’tabar; dan Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffazh (JQH) yang
mengurus pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan pengembangan tradisi penghafalan
dan seni membaca Al-Qur’an.
Katib:
Penulis atau juru catat, berasal dari kata ‘kataba’
(menulis). Dalam NU, istilah katib hanya diperuntukkan bagi sekretaris syuriah.
Sementara itu, dalam tanfidziah digunakan istilah sekretaris.
Khittah:
Visi dasar organisasi NU yang dirumuskan pada awal
pendiriannya pada tahun 1926, yakni sebagai organisasi sosial keagamaan yang
berjuang di ranah dakwah, sosial, dan pendidikan. Kata khiththah berasal dari
kata ‘khaththa (menggaris).
Lajnah:
Panitia, komisi, lembaga, atau komite yang secara
struktural bertanggung jawab kepada NU. Berasal dari kata ‘lajanah’ yang
berarti mengaduk, merekatkan. Ada beberapa lajnah dalam NU, yaitu:
Lajnah Falakiyyah, bertugas menangani hal-hal yang
berkaitan dengan bidang ilmu falak (astronomi);
Lajnah Bahtsul Masa’il (LBM), bertugas membahas,
mengkaji, dan memutuskan berbagai masalah keagamaan, dengan bersandar pada
pandangan ulama dan kitab yang mu’tabar;
Lajnah At-Ta’lif wan Nasyr, menangani penerbitan karya
dan fatwa ulama NU, kegiatan muktamar, dan lain-lain; dan Lajnah Awqaf, yang
menangani harta wakaf baik dari anggota maupun simpatisan NU.
Selain lajnah, ada juga lembaga, seperti Lakpesdam, LP
Ma’arif dan Lesbumi, dan badan otonom, seperti Anshor, Fatayat, Muslimat, IPNU,
dan IPPNU, yang secara struktural lebih mandiri.
(Al-)Muhafazhah ‘alal qadimish shalih wal akhdzu bil
jadidil ashlah:
Prinsip dasar ulama NU yang bermakna, “Berpegang teguh
pada pendapat terdahulu yang baik, seraya mengambil pendapat yang baru yang jauh
lebih baik”. Dengan dasar kaidah itu, NU mempertahankan tradisi salafiyyahnya,
namun tidak alergi terhadap pendapat dan interpretasi keagamaan modern yang
tidak bertentangan dengan Al-Qur’an, hadits, dan ijma’ ulama salaf.
Mustasyar:
Dewan penasihat syuriah yang terdiri atas ulama sepuh
NU, seperti K.H M. Zen Syukri, K.H Idris Marzuki Lirboyo, dan Tuan Guru
Badruddin Turmudzi. Mustasyar berasal dari kata ‘istasyara’ yang berarti
meminta petunjuk.
Qanun Asasi:
Garis-garis dasar ideologi NU yang disusun oleh
Hadhratusy Syaikh Hasyim Asy’ ari. Intinya, jam’iyyah NU berpegang kepada
madzhab Asy’ariyah (pengikut Syaikh Abul Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari) dan
Maturidiyyah (pengikut Abu Manshur Muhammad bin Muhammad Al-Maturidi) dalam
beraqidah; pendapat ulama madzhab Maliki, Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali dalam
berfiqih; dan pendapat Imam Junaid Al-Baghdadi dan Imam Al-Ghazali dalam
bertasawuf.
Rabithah Al-Ma’ahid Al-Islamiyyah (RMI):
Perkumpulan pesantren NU adalah salah satu badan
pelaksana kebijakan NU dalam bidang kepesantrenan. Rabithah berasal dari kata
‘rabatha’ yang berarti mengikat, sedangkan Ma’ahid adalah jamak dari kata
‘ma’had’ yang bermakna pondok pesantren.
Rais Akbar:
Secara bahasa bermakna pemimpin besar, jabatan
tertinggi dalam struktur kepengurusan Syuriyyah NU saat pertama kali didirikan.
Jabatan ini hanya pernah diduduki oleh Hadhratusy Syaikh Muhammad Hasyim
Asy’ari. Sepeninggal Mbah Hasyim, istilah rais akbar diganti dengan rais ‘am
yang berarti ketua umum.
Syuriah:
Berasal dari kata ‘syawara’ yang berarti
bermusyawarah. Syuriah ialah badan musyawarah pengambil keputusan tertinggi
dalam NU, semacam dewan legislatif dalam negara. Syuriah dipimpin oleh seorang
rais ‘am.
Tanfidziah:
Berasal dari kata ‘naffadza’ yang berarti
melaksanakan. Tanfidziah ialah badan pelaksana harian syuriah. Pemimpin
tertinggi Tanfidziyyah tidak menggunakan istilah rais ‘am, melainkan ketua
umum.
0 comments:
Post a Comment